Keberagaman Indonesia pada PDRI

Desember 20, 2022

Terpolarisasi. Itulah gambaran kondisi masyarakat Indonesia saat ini, meskipun hanya di ruang maya media sosial. Entah direkayasa atau tidak. Kita bisa bersepakat bahwa bukti-bukti menunjukan masyarakat kita belum kembali meluruh sejak pemilu lalu. Untungnya polarisasi tersebut hanya terlihat di dunia maya. Di dunia nyata, Alhamdulillah, masyarakat kita masih dapat menahan diri untuk tidak menampilkan polarisasi yang menjurus kriminal.

 

Padahal sejatinya, Indonesia dicita-citakan dan dibangun secara bersama-sama oleh semua anak bangsa dari semua golongan, ras, dan agama. Indonesia juga dipertahankan juga secara bersama-sama oleh semua anak bangsa dari semua golongan, ras, dan agama ketika Belanda mencoba menjajah kembali Indonesia.

 

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) adalah bukti nyata bahwa keberagaman adalah corak bangsa kita.

 

Seperti yang tercatat dalam buku-buku dan memoar sejarah republik pasca-kemerdekaan, Belanda kembali ke Indonesia untuk merebut kembali tanah air kita, dan semua kekayaannya, untuk membiayai negaranya yang porak-poranda karena Perang Dunia II di daratan Eropa. Secara keji mereka melakukan agresi militer yang merenggut korban nyawa yang sangat besar. Agresi militer pertama dilakukan pada 21 Juli hingga 5 agustus tahun 1947 dan berakhir dengan gencatan senjata atas desakan PBB. Berikutnya Belanda kembali menjalankan Agresi militer mereka pada 19-20 Desember 1948 yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda II.

 

Pada Agresi Militer Belanda II, Belanda berhasil merebut ibu kota negara saat itu, Yogyakarta, dan menangkap Presiden Soekarno, Wakil Presiden M. Hatta, serta beberapa menteri di Kabinet Hatta saat itu. Belanda berulang kali menyiarkan berita bahwa Republik Indonesia sudah bubar karena para pemimpinnya, seperti Soekarno, Hatta dan Syahrir sudah menyerah dan ditahan.

 

Tepat sebelum ditangkap, Bung Karno dan Bung Hatta telah mengirimkan dua telegram yang menjadi penyelamat eksistensi republik. Telegram pertama ditujukan kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafrudin Prawiranegara yang sedang berada di Bukit Tinggi. Telegram tersebut kurang lebih berisi jika dalam keadaan pemerintah tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi, Presiden dan Wakil Presiden menguasakan kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran Republik Indonesia untuk membentuk Pemerintah Republik Indonesia Darurat di Sumatera (Nasar, 2021).

 

Kemudian sejarah telah mencatat bahwa Mr. Syafrudin Prawiranegara berhasil membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatera Barat dapat berkumpul di Halaban, Luhak Lima Puluh Kota, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat yang dihadiri antara lain oleh Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M. Hassan, Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Kolonel Hidayat, Mr. Lukman Hakim, Ir. Indratjahja, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Mr. A. Karim, Rusli Rahim dan Mr. Latif. Walaupun secara resmi telegram Presiden Soekarno belum diterima hingga saat itu. Rapat PDRI di Halaban saat itu memutuskan untuk mengangkat Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Ketua PDRI merangkap Menteri Pertahanan/ Menteri Penerangan/Menteri Luar Negeri ad interim dan beberapa struktur lainnya.

 

Sementera telegram kedua ditujukan kepada Menteri Keuangan Alexander Andries Maramis yang sedang berada di India dalam misi membuka hubungan perdagangan dengan mancanegara untuk membiayai kehidupan republik serta upaya diplomasi lainnya.

 

” Kami Presiden Republik Indonesia memberitahukan, bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 jam 6 pagi Belanda telah mulai serangannya atas Ibu Kota Yogyakarta. … Jika ikhtiar Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatera tidak berhasil, kepada Saudara dikuasakan untuk membentuk exile government Republik Indonesia di India.”

 

Setelah berhasil menyelamatkan umur republik, Mr. Syafruddin Prawiranegara mulai menyusun pemerintahan darurat yang terkonsolidasi dengan sisa kabinet Hatta sebelumnya yang ada di Pulau Jawa serta dengan A.A. Maramis yang ada di India. Kemudian A.A. Maramis diangkat menjadi Menteri Luar Negeri. “Mr Maramis, Menteri Keuangan di Kabinet Hatta, yang saat ini di New Delhi, telah diangkat menteri luar negeri oleh Mr Syafrudin Prawiranegara dari pemerintah darurat Republik,” ungkap harian Belanda, Het Dagblad edisi 24 Januari 1949.

 

Sejarah kemudian juga mencatat bahwa kolaborasi aksi diplomatik luar negeri dan perang gerilya yang dijalankan oleh segenap unsur rakyat, telah memberikan tekanan besar dari dunia kepada Belanda untuk segera mengakhiri kekejaman tersebut. Mr. A. A. Maramis yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri PDRI saat itu memainkan peran vital dan berbuah manis.

 

Beberapa catatan dari surat kabar luar negeri berikut menampilkan bagaimana kerja keras Mr. A. A. Maramis dan tim dalam meyakinkan kepada dunia bahwa Republik Indonesia masih ada dan Belanda telah berbuat kejahatan perang. (Historia, 2022)

 

” Alexander Maramis, Menteri Keuangan Republik Indonesia, mengatakan di Istanbul dalam perjalanannya ke Delhi bahwa perang gerilya melawan Belanda dapat berlangsung selama lima tahun meskipun Republik tidak dipersenjatai dengan baik,” - The Bombay Chronicle, edisi 4 Januari 1949.

 

“Maramis mengatakan bahwa masalah Indonesia menyangkut seluruh dunia Muslim dan bahwa pemerintah Republik menghargai bantuan sukarelawan dari negara-negara Asia,” - Eindhoven Daily Newspaper, edisi 4 Januari 1949.

 

Puncaknya adalah keikutsertaan Mr. A. A. Maramis pada Konferensi Asia Kedua yang diadakan oleh PM Nehru sebagai respon atas aksi diplomatis perwakilan republik. Konferensi tersebut diadakan pada 20-25 Januari 1949 di Delhi. Konferensi kemudian menghasilkan delapan butir resolusi untuk Dewan Keamanan PBB. Isinya antara lain berupa pemulihan pemerintahan Indonesia, pembentukan pemerintahan peralihan, penarikan mundur pasukan Belanda, dan pengembalian kedaulatan Indonesia pada 1 Januari 1950. Resolusi ini menyeret Belanda untuk kembali duduk di meja perundingan, sampai ke Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 23 Agustus-2 November 1949.


Ketua PDRI Mr. Syafrudin Prawiranegara menyampaikan telegram kepada Mr. A.A. Maramis setelah mendengar hasil resolusi konferensi. ” Atas perasaan solidariteit dengan negara-negara yang ikut konferensi itu kami menerima resolusi itu dengan penuh rasa tanggung jawab,


Dari penggalan lain sejarah PDRI, khususnya sejarah perjuangan Diplomasi Mr. A.A. Maramis dan tim, kita dapat melihat suatu pemandangan sejuk dan menjadi teladan bagi penerus republik hari ini. Bahwa PDRI itu diperjuangkan oleh semua semua elemen bangsa dari suku, agama, ras, dan golongan, secara bersama-sama dengan semangat kebersamaan dan kerjasama yang indah.


PDRI lahir dari inisiasi pimpinan tinggi kita, dijalankan di Sumatera Barat, dipimpin oleh seorang begawan dari sunda-banten, dan memiliki menteri luar negeri beragama kristen dari Manado. Semuanya bekerja tanpa mempersoalkan perbedaan yang menyelimuti mereka. Bahkan Mr. A.A. Maramis adalah salah satu tokoh yang memperjuangkan penghapusan kata-kata kewajiban menjalankan syariat islam bagi para pemeluknya di Piagam Jakarta  (Matanasi, 2017). Hal yang coba didebat oleh golongan pemimpin islam seperti Teuku M. Hasan. Namun setelah terjadi mufakat, semua pemimpin bangsa ini bekerja bergandeng-tangan dengan hati yang lapang. Hal yang seharusnya menjadi tauladan dan kita terapkan dalam membangun bangsa saat ini.


Mr. Syafrudin Prawiranegara, Mr.  Teuku M. Hasan, dan Mr. A.A. Maramis adalah bukti bahwa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia bekerja dalam keberagaman dan menjadi corak bangsa kita.

 

Sumber referensi:

Historia. (2022). From mediakeuangan.kemenkeu.go.id: https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/alexander-andries-maramis-diplomat-dalam-situasi-gawat-darurat

Matanasi, P. (2017). From tirto.id: https://tirto.id/kisah-aa-maramis-dari-minahasa-di-seputar-piagam-jakarta-cq7s

Nasar, M. F. (2021). kemenag.go.id. From https://kemenag.go.id/read/hari-bela-negara-dan-refleksi-perjuangan-pemikiran-sjafruddin-prawiranegara-wkgy1

 

___________________________________________________________

Sumber : instagram.com/dinaskebudayaansumbar/


Tulisan ini adalah submisi saya untuk Lomba  Esai PDRI Tingkat Nasional "Tokoh - Tokoh PDRI" 2022 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar dalam rangka peringatan Hari Bela Negara 14 Desember yang merupakan penghormatan kepada aksi PDRI di Sumbar tahun 1948 tersebut. Yang menarik adalah tokoh yang diulas haruslah tokoh yang PDRI yang jarang dibicarakan. 


Bagi saya yang merupakan orang Sumbar, PDRI lebih banyak saya dengar tentang kejadian di Sumatera. Sedikit informasi yang saya dengar mengenai aksi diplomasi luar negeri. Bagi saya, perjuangan AA Maramis sebagai Menlu PDRI yang berkedudukan di India juga tidak kalah heroik. Jadilah saya angkat prodil beliau dengan sedikit pesan moral bahwa PDRI itu bukan hanya diperjuangkan oleh orang Minang saya sekarang dicap anti-toleransi, tetapi juga oleh orang Minahasa. Artinya, Orang Minang itu biasa saja dengan perbedanaa, Buzzer aja yang bikin buruk naman orang minang sekarang.


Hasil lomba ini sudah keluar. Dan seperti biasa, saya tidak menang. hehehe,
Namun saya terkejut melihat judul para pemenang lomba ini. Nama-nama tokoh PDRI yang mereka bawa memang tidak ada satupun yang saya tau. Saya yakin para pemenang ini melakukan riset dengan sangat baik dan mendalam. Sedangkan saya hanya riset pake google saja.

Sumber : instagram.com/dinaskebudayaansumbar/



Tabik PDRI.


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.