Energi Untuk Masa Depan

Agustus 06, 2020

Ada banyak pelajaran yang dapat kita petik dari pandemi global yang disebabkan makhluk sekecil virus ini. Bagi saya pribadi, salah satu pelajaran terpenting yang terlihat itu adalah benar bahwa “privilage itu nyata”. Atau kalimat tersebut dapat diperhalus menjadi, Kesempatan yang dimiliki semua rakyat Indonesia itu tidak merata. Argumen tersebut saya yakini benar untuk hal-hal mendasar bagi keberlangsungan hidup manusianya seperti kesehatan dan pendidikan.


Mari kita bahas tentang pendidikan saja, hal yang akan menentukan keberlangsungan masa depan bangsa ini, bumi dan manusianya. Pandemi Covid 19 ini memaksa cara belajar peserta didik berubah secara drastis. Sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang meniadakan pertemuan tatap muka diterapkan dengan cara-cara baru yang aman dari penyebaran virus mengerikan ini yaitu melalui Sistem Dalam Jaringan maupun Luar Jaringan. Detailnya bagaimana? Baca disini dan disini saja untuk lebih jelas dan tepat.


Sejak pertama kali diterapkannya Sistem Pembelajaran Jarak Jauh, terutama Sistem Daring, ketika awal pandemi ini mulai merebak, banyak cerita perih dari pilu yang dialamai peserta didik, guru, bahkan orang tua siswa yang terpaksa menemani anaknya bersekolah dari rumah. Ada yang terpaksa berjualan Cilok demi kuota internet, ada yang bergantian memakai hp antara orang tua dan anak, namun ada juga guru yang mengalah untuk mengunjungi rumah siswanya satu persatu. Masih banyak cerita susah dan perihnya belajar jarak jauh selama pandemi ini. Bahkan siswa di kota besar dengan privilage fasilitas infrastuktur yang bagus juga mengalami bagaimana susahnya belajar jarak jauh seperti susahnya menjalankan aplikasi PJJ ini


Namun yang paling menderita dari PJJ ini adalah anak-anak di daerah pedalaman Indonesia yang masih terisolir dan belum mendapatkan akses yang memadai untuk PJJ mereka. Mereka tidak punya komputer atau telepon cerdas, atau bisa jadi mereka tidak punya jaringan internet, atau bisa jadi mereka tidak memiliki akses energi listrik sama sekali. Kita tidak bisa memungkiri fakta tersebut. Hingga tahun 2017, masih terdapat 2500 desa yang masih belum teraliri listrik. Desa-desa tersebut memang kebanyakan berada di sebelah timur Indonesia. Bagi mereka, dimasa sebelum pandemi saja mereka telah kesusahan untuk belajar, terutama belajar di rumah. Bisa kita bayangkan kesusahan yang mereka alami di masa pandemi yang entah kapan berakhir ini. 


Beruntungnya Pemerintah kita sadar dengan masalah ini dan memilih untuk tidak tinggal diam. Kementerian ESDM, yang merupakan tangan pemerintah di bidang energi, menyelesaikan persoalan rakyat yang belum menikmati listrik ini dengan tiga pendekatan utama. Pertama yaitu perluasan jaringan listrik melalui program listrik perdesaan PT PLN (Persero). Pendekatan ini dikembangkan pada daerah berada di dekat sistem kelistrikan namun tidak memiliki dana untuk melakukan penyambungan. 


Kedua, untuk masyarakat yang tinggal jauh dari instalasi listrik PLN, tetapi tinggal bersama dalam satu wilayah, cara melistrikinya adalah dengan mengembangkan micro-grid. Cara ini digunakan Pemerintah melalui usaha penyediaan tenaga listrik skala kecil sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM 38/2016. Dengan aturan ini, masyarakat yang tinggal di desa belum berkembang, terpencil, pulau terluar atau perbatasan dapat dilistriki oleh badan usaha lain seperti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), swasta, dan koperasi yang diberikan wilayah usaha tersendiri oleh Pemerintah. Sistem  micro-grid tersebut menggunakan pembangkit listrik dari energi terbarukan seperti surya dan mikro hidro.

Sumber dan Hak Milik Gambar : ebtke.esdm.go.id


Ketiga, bagi masyarakat yang tinggal di pedalaman, tersebar dan jaraknya jauh dari instalasi listrik PLN, pendekatan yang digunakan Pemerintah adalah memberikan pra-elektrifikasi, melalui pembagian Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE). Program ini tertuang dalam Peraturan Presiden 47/2017 tentang Penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) bagi Masyarakat yang Belum Mendapatkan Akses Listrik. LTSHE merupakan perangkat pencahayaan berupa lampu terintegrasi dengan baterai yang energinya bersumber dari pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik. Prinsip kerja LTSHE adalah energi dari matahari ditangkap oleh panel surya, diubah menjadi energi listrik kemudian disimpan di dalam baterai.



Hingga tahun anggaran 2019 berkahir, Kementerian ESDM telah membagian 363.200 unit LTSHE di 22 provinsi dan membangun lebih dari 600 sistem micro-grid pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di daerah-daerah terpencil. Sedangkanperbandingan jumlah rumah tangga yang telah memiliki akses listrik dengan total jumlah rumah tangga (rasio elektrifikasi) saat ini adalah 99,48%, meski masih terdapat 433 desa yang belum menikmati listrik. Seluruhnya desa tersebut tersebar di empat provinsi, yaitu yaitu Papua sebanyak 325 desa, Papua Barat sebanyak 102 desa, Nusa Tenggara Timur (NTT) ada 5 desa, dan Maluku 1 desa.

 

Harapannya, dengan cahaya dari lampu LTSHE, masyarakat dapat beraktifitas dimalam hari baik untuk kegiatan produktif maupun kegiatan lainnya. Namun manfaat terbesar dari pancaran cahaya dari energi listrik tersebut adalah masa depan penerus bangsa di tempat tersebut. Mereka dapat membuat PR di malam hari, atau mengulang pelajaran tadi siang, atau sekedar membaca buku yang akan membuka cakrawala pengetahuan mereka. 


Meski mungkin nanti tidak akan menjadi petinggi negeri ketika telah dewasa, anak-anak bangsa yang berada di daerah pedalaman dan belum memiliki listrik tersebut tetap harus mendapatkan pendidikan terbaik seperti yang dinikmatai teman-temannya di perkotaan sana. Mereka akan menjadi masa depan untuk keluarga mereka dan menarik keluarga mereka tersebut dari kubang ketidakberuntungan yang mereka rasakan karena kemiskinan sistemik tersebut. 


Ketersediaan energi menjadi salah satu kunci mereka untuk dapat mewujudkan angan-angan tersebut. Energi, terutama dalam bentuk energi listrik, akan membantu mereka belajar lebih mudah, lebih lama, dan lebih kuat sehingga masa depan mereka dan keluarga jauh menjadi lebih baik. Energi untuk masa depan mereka, energi untuk masa depan Indonesia, Energi untuk masa depan. 


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.