Haringga Sirla & Cebong - Kampret

September 29, 2018
Dunia sepak bola Indonesia kembali menelan korban jiwa atas nama Saudara Haringga Sirla yang meregang nyawa di Stadion sepak bola. Haringga menambah daftar panjang korban nyawa dari perseteruan panas pendukung Persjia Jakarta dan Persib Bandung, jika tidak ingin di sebut The Jak vs Bobotoh.

Reportase detail tirto.id yang berjudul Haringga Sirla & Kisah Keluarga Korban Perseteruan Persib-Persija menyebutkan bahwa Haringga Sirla adalah korban meninggal ketujuh sejak enam tahun lalu . Almarhum menyusul Rangga Cipta Nugraha (22), Lazuardi (29), dan Dani Maulana (17) yang tewas dikeroyok The Jakmania pada pertandingan antara Persija vs Persib di Gelora Bung Karno, 27 Mei 2012. Kemudian  Harus Al-Rasyid yang tewas dikeroyok di Tol Palimanan, Cirebon, dalam perjalanan pulang ke Jakarta usai menonton Persija versus Persib di Stadion Manahan, Solo pada 2016. Dan pada bulan Juli tahun lalu, Ricko Andrean Maulana tewas dikeroyok sesama pendukung Persib Bandung karena melarai keributan yang diduga ada anggota The Jakmania yang dipukuli oleh para Bobotoh.

Perseteruan pendukung Persib dan Persija sejatinya bukan permusuhan warisan zaman kuno yang terbawa hingga sekarang. Menurut Kang Eko Noer Kristiyanto di simamung.com menyebutkan bahwa pergesekan itu baru muncul di awal milenia ketiga ini.

..............Gesekan pertamaGesekan pertama terjadi sekitar tahun 1999 di Siliwangi Bandung, saat itu Persija yang disuntik dana besar oleh Sutiyoso hadir dengan materi-materi terbaik dimasanya seperti Luciano Leandro, Dedi Umarella dll, sedangkan PERSIB bermaterikan pemain-pemain veteran dan lokal yang tak terlalu mentereng namanya. Luar biasa animo bobotoh dalam laga ini, saya ingat betul saat itu sulit sekali untuk mendapatkan tiket tribun timur, dulu Viking masih menguasai tribun selatan, dan elemen-elemen bobotoh yang menjadi cikal bakal BOMBER masih tersebar seperti stone lovers, suporter forever, BFT, Provost PERSIB, Vorib, robokop, Casper, tiger fortune dll.
Disaat itu puluhan ribu bobotoh masih tertahan diluar tak dapat masuk stadion, sementara suasana di dalam stadion pun semakin tak nyaman karena penonton berdesakan. Disaat itulah tiba-tiba banyak bus mendekat ke area stadion, mereka adalah bus-bus yang membawa Jakmania, kalau tidak salah ada sekitar 7 bus, cukup banyak memang karena gratisan dan disupport dana oleh sutiyoso. Terbayang apa yang terjadi, disaat “penduduk asli” yaitu suporter tuan rumah pun emosi karena tidak dapat masuk stadion, tiba-tiba datanglah “tamu tak diundang” dari ibukota, dengan gaya yang mungkin dianggap kurang berkenan maka terjadilah gesekan itu, saya kurang tau persisnya namun beberapa bus memutar ke arah jalan menado dengan kaca-kaca pecah dan terdengar kata-kata makian.
Alkisah PERSIB kalah hari itu, kericuhan terjadi di dalam dan di luar stadion, saya ingat benar saat itu Luciano Leandro kepalanya bocor terkena lemparan batu, dan musim itu adalah musim dimana jerseynya sangat saya suka yaitu apparel reebok, cukup elegan dan simpel, harga originalnya di toko olahraga berkelas di BiP sekitar Rp. 79.000,00 , harga yang terbilang cukup mahal pada saat itu (cik mun ayeuna aya keneh jersey eta harga sakitu diborong tah ku aing!- teu make anj!#*).
Gesekan berlanjutDi masa itu PERSIB memang kurang bersinar, nama besar dan loyalitas bobotoh-nya lah yang membuat PERSIB tetap disegani, dan diantara keredupannya itu, tetap ada satu nama yang mampu menjada track PERSIB sebagai penyuplai pemain untuk tim nasional setelah berakhirnya era Robi Darwis, satu-satunya pemain PERSIB yang tetap dipanggil oleh tim nasional itu adalah pemilik VO2MAX tertinggi di timnas pada saat itu, salah satu pemain favorit penulis, dia adalah Yaris Riyadi.
Dengan adanya satu wakil PERSIB di timnas maka sudah menjadi alasan yang cukup kuat bagi bobotoh untuk tetap setia memberi dukungan kepada tim merah putih, terutama saat berlaga di GBK, dan diantara mereka yang rajin nonton timnas adalah anak-anak Viking Jabodetabek (sekarang kan memekarkan diri menjadi vkg bekasi, bogor dsb), nah konon katanya, euceuk, ceunah, meureun, sejak kejadian bentrok di Bandung itu, anak-anak Jakmania mulai melakukan intimidasi dan gangguan-gangguan serius kepada anak-anak Viking jabodetabek ataupun para penonton asal Bandung, alkisah makin lama makin hot dan dibalas pula dalam setiap kesempatan meskipun itu diluar laga PERSIB vs Persija. Salah satu yang saya ingat adalah gangguan yang ditujukan pada Jakmania ketika Persija bertandang ke kandang persikab di stadion sangkuriang cimahi, rupanya acara ganggu-mengganggu ini cukup banyak juga peminatnya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa peletup dan momentum yang membuat pertikaian ini semakin membara dan sulit padam adalah kejadian setelah kuis siapa berani di Indosiar. Saat itu anak-anak Viking yang tampil sebagai jauara kuis rupanya telah diincar dan siap dihabisi sejak mulai studio hingga jalan tol, insiden terhebat adalah di pintu tol tomang, anak-anak Viking di hajar habis-habisan dan ya begitulah tak perlu diceritakan secara detail.
Bentrokan terhebat yang terjadi pasca insiden kuis siapa berani terjadi sekitar tahun 2001. Saat itu PERSIB dijamu Persija di GBK Jakarta, kebetulan saat itu isu-nya masih terbatas Viking dan Jakmania, belum bobotoh ataupun suporter PERSIB secara keseluruhan. Saya masih ingat saat itu anak-anak Viking berangkat menggunakan banyak bus, sedangkan Bobotoh lain berangkat menggunakan banyak mobil pribadi,termasuk saya yang memilih menggunakan minibus bersama kawan-kawan.
................

Dan sejak saat itu, seperti yang dapat kita rasakan, panas api kebencian diantara kedua kubu semakin menjadi-jadi. Terlebih suburnya bahan bakar penyulut api pemusuhan tersebut, sebut saja tensi tinggi pertandingan oleh pemain ketika kedua tim bertemu dua kali setiap musimnya serta provokasi dunia maya yang seperti tidak bisa dikontrol.

Kedua kubu sebenarnya telah sering kali mencoba memadamkan panasnya permusuhan terlebih sejak banyaknya nyawa yang melayang karena pertikaian pendukung Persib Bandung dan Persija Jakarta tersebut. Mulai dari aksi berpegangan tangan dan rangkulan pemain Persija dan Persib ketika memasuki lapangan sebelum pertandingan, pembentangan spanduk-spanduk perdamaian, hingga diskusi nyata para petinngi kedua kubu pendukung.

Hasilnya lumayan terasa, Ketua Umum The Jakmania dan Ketua Umum Viking Bandung mendeklarasikan bahwa diantara mereka (para petinggi) sudah tidak ada masalah. Aksi nyata lainnya pun telah dilakukan seperti deklarasi damai di Bekasi oleh akar rumput kedua basis suporter pada 2017 yang lalu hingga upaya mengontrol tidak ada lagu dan chant rasis di stadion yang digalakan oleh Bung Ferry pentolan The Jakmania.

Namun meski dengan semua upaya itu, pertandingan antara Persib dan Persija setiap musimnya tetap saja menjadi kegiatan dengan potensi bahaya menurut aparat keamanan sehingga sering kali pertandingannya digelar di tempat netral, atau tidak dihadiri penonton, atau minimal suporter tim tamu dihimbau untuk tidak bertandang, hal yang dilanggar oleh Alhamrhum Haringga Sirla.

Pasalnya, upaya damai antara pendukung Persib dan Persija tidak memadamkam bara panas kebenciaan diantara keduanya, upaya tersebutnya menghilangkan api nan tampak dalam skala kecil. Bara dan api lainnya tetap menyala sepanjang tahun seperti di media sosial.

Media sosial di negara kita memang tidak dikontrol secara ketat seperti di China  atau Iran, sehingga apapun bisa terjadi disana. Semuanya. Termasuk aksi saling panas-memanasi dua kubu. Disepanjang tahun kita dapat melihat makian dan cacian yang provokatif dari kedua kubu. Meski  tidak dengan data emprik dan kajian mendalam, sepertinya kita dapat berkesimpulan bahwa permusuhan/kebencian yang mendalam dan ditambah dengan hawa panas di sosial media yang selalu menggebu dapat menjadikan kedua kelompok menjadi bringas dan tidak segan untuk membunuh. 

baca juga:https://tirto.id/provokasi-di-medsos-bikin-suporter-indonesia-makin-agresif-membunuh-c2xD

CEBONG - KAMPRET

Kedua binatang ini sejatinya tidak bermusuhan atau berada di ekosistem dan mata rantai makanan yang sama. Namun beberapa waktu belakangan ini mereka dikabarkan saling benci setelah diasosiasikan menjadi kubu pro dan anti petahana di kontestasi pemilahan presiden republik kita. 

Mereka saling ubar kebencian disosial media yang sebenarnya dipantik oleh hal-hal sepele atau bahkan hoax. Menjadi pro atau kontra pada salah satu kubu calon presiden dan wakilnya sebenarnya bukanlah hal yang salah. Namun ketika kebencian tersebut disebarluaskan di ruang publik seperti sosial media makan implikasinya bisa menjadi panjang dan lebar.

Maka jika kita mengacu pada kasus kematian Haringga Sirla dan peseteruan pendukung Persib Bandung dan Persija Jakarta, kita patut khawatir bahwa ujaran kebencian di media sosial dapat ber-eskalasi membesar menjadi ajang provokasi bahkan hal yang buruk seperti yang terjadi pada Almarhum Haringga Sirla.

Pemerintah kita sebenarnya sudah aware dengan potensi besar dari bara api permusuhan di akar rumput masyarakat yang terbelah menjadi cebong dan kampret ini, berbagai upaya dilakukan untuk mengendalikan ujaran kebencian bahkan dengan menginterverensi media sosial itu sendiri dalam batas yang wajar.

Kita sebagai bagian dari Bangsa dan Negara ini dapat mengambil peran untuk mencegah hal-hal yang tidak kita inginkan seperti yang terhadi pada Almarhum Haringga Sirla tersebut. Jika memadamkan bara api permusuhan di sosial media sangat lah berat, minimal kita tidak ikut mengipasinya dan memanas-manasi agar menjadi lebih besar dan memakan korban jiwa. Hal yang gampang namun dapat berakibat besar.

Semoga tidak ada lagi korban jiwa dari bara permusuhan pendukung Persib dan Persija serta Cebong dan Kampret berdamai karena mereka sebenarnya tidak saling bermusuhan.

Wassalam.




Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.