Ranah Minang Bebas Polusi dan Emisi di Tahun 2050. Bisa?

Agustus 14, 2021
Singkatnya, menurut saya bisa.
PLTA Koto Panjang, salah satu dari beberapa PLTA yang ada di Sumbar (sumber: https://riausky.com)


Sebenarnya ada banyak macam polusi dan emisi yang ada disekitar kita dan beragam pula penyebabnya. Contoh umum yaitu polusi udara karena sisa pembakaran, polusi suara karena suara bising dengan intensitas tinggi, hingga polusi pencahayaan yang sudah marak yang terjadi di kota-kota besar saat ini. Sebenarnya polusi yang saya maksud disini adalah pencemaran udara secara umum dan pencemaran gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Kerennya sih polusi yang saya maksud disini lebih ke pemanasan global dan krisis iklim. Maaf ya, biar judulnya bagus berima sih. Hehehe.

Saya yakin teman-teman semua sudah sadar dan merasakan efek dari krisi iklim dan polusi secara umum di sekitar kita saat ini. Semuanya terasa berbeda dengan kondisi waktu kita kecil. Dulu kita diajari bahwa di Indonesia ada dua musim, hujan dan kering, serta musim peralihan. Kita pun disuruh menghafalkan bulan-bulan kapan musim itu terjadi. Dan sekarang, kayaknya apa yang kita pelajari dulu gak gini deh. Nah ini salah satu bukti krisis iklim ini. Untuk teman-teman yang tinggal di daerah pantai mungkin juga merasakan, perasaan dulu air lautnya cuma sampai sana deh, kenapa sekarang tiap hari airnya naik kesini. Ini juga disebabkan oleh krisis iklim. Banyak lagi sih.

Dari penelitian J. Anderson dan C. Bausch, disebutkan bencana alam yang terjadi baru-baru ini di Amerika sana memiliki hubungan langsung dan tidak langsung dengan perubahan iklim. Kata mereka gelombang panas dan curah hujan yang tinggi diyakini jelas dipengaruhi oleh krisis iklim sementara bencana badai angin memiliki hubungan dengan krisis iklim yang buktinya baru muncul. Perilaku manusia dalam mengkonsumsi energi menjadi salah satu penyebab utama dari krisis iklim dan pemanasan global ini. Alhamdulillah-nya, banyak pemimpin dunia sadar akan bahaya ini dan mereka secara bersama-sama berjanji menahan laju pemanasan global ini seperti yang tertuang di Paris Agreement. Termasuk pemimpin negara kita, Presiden Joko Widodo. Pak Presiden berjanji akan menurunkan emisi gas rumah kaca Indonesia sebesar 29% pada tahun 2030 atau sebesar 41% dengan bantuan internasional. Salah satu sektor yang menghasilkan emisi dan polusi ini adalah sektor energi. 

Pemerintah pun juga sudah menyusun strategi untuk menurunkan emisi grk di sektor energi. Garis besarnya sih mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil yaitu minyak bumi dan memperbesar penggunaan sumber energi terbarukan. Walaupun gas dan batubara tetap dicanangkan sebagai tumpuan sumber energi utama pula. Detailnya ada Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) yang diratifikasi menjadi Perpres 22 tahun 2017. Disana disebutkan bahwa porsi EBT pada bauran energi nasional pada 2025 adalah 23%. Target yang menurut sebagian orang kurang ambisius dan sebagian lagi bilang kurang realistis. Serba salah emang jadi pemerintah itu. Heheheh.

Tapi sebenarnya, kalo berdasarkan data yang tersedia, target porsi EBT di bauran energi tadi sebenarnya bisa tercapai. Jadi detail target porsi EBT sesuai RUEN tadi adalah 23% pada 2025 dan 31% di 2050. Target RUEN tersebut sebenarnya kembali dijabarkan oleh pemerintah provinsi dan masing-masing pemprov bikin target mereka sendiri lebih detail, target ini dikenal dengan Rancangan Umum ENergi Daerah, disingkat RUED. Salah satu provinsi yang sudah bikin RUED dan mempublikasikannya adalah Provinsi Sumatera Barat, kampuang ambo tacinto, Ranah Minang salingka nagari.

Pemprov Sumbar, sesuai dengan RUED mereka di Perda 11 tahun 2019, menargetkan porsi energi terbarukan pada bauran energi primer pada mereka adalah sebesar 51.70% pada 2025 dan 70.90% pada 2050. Kalau dijabarkan lebih detail lagi untuk tahun 2050 tersebut, target untuk sektor pembangkit listrik adalah 83% dari energi terbarukan. Di 2050 itu, Sumbar menargetkan hanya menggunakan PLTU batu-bara dan PLTG saja. Sisanya dari EBT. Detailnya ada di tabel dibawah ini.   

Menurut penelitian dari IESR dengan judul “Deep decarbonization of Indonesia’s energy system : A pathway to zero emissions by 2050”, secara teknis dan ekonomi, Indonesia bisa menggunakan 100% EBT pada sistem energinya pada 2050. Kombinasi dari harga PLTS dan Baterai yang semakin kompetitif serta besarnya potensi energi surya di Indonesia bisa menjadi penopang utama dari target zero emisi pada 2050. Khusus Sumbar sendiri, ada sebuah paper menarik yang ditulis oleh Ridho Arisyadi (saya sendiri, hehehe) dan terbit di IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, Volume 753, Medan International Conference on Energy and Sustainability 27-28th October, 2020, Medan, Indonesia. Judulnya “A progressive alternative of energy planning for West Sumatra province”. Isinya kurang lebih kalo Sumbar sebenarnya bisa menggunakan 100% pembangkit listrik energi terbarukan dengan sumber daya alam yang mereka miliki saat ini, yup local pride gitu. Detail pembangkit listrik yang bisa dipakai Sumbar pada 2050 nanti ada di tabel dibawah ini. Dengan skema alternatif yang dikaji tersebut, kebutuhan energi listrik sumbar akan terpenuhi gaes dan biaya pembangkitannya akan lebih murah juga dengan rencana awal mereka di RUED untuk tahun 2050.



Jadi secara kebutuhan listrik sebenarnya Sumbar bisa banget untuk pakai energi terbarukan saja dengan potensi sumber daya alam sendiri.

Sumber emisi dan polusi lainnya dari pemanfaatan energi adalah kendaraan bermotor. Bahkan emisi dan polusinya langsung menusuk ke hidung kita masing-masing. Untungnya, pemerintah kita sadar juga dengan sumber polusi yang menghitamkan jalanan ibu kota ini. Sejak tahun lalu, Pemerintah sedang membuat peta jalan kendaraan listrik Indonesia. Pemerintah telah menargetkan jumlah stasiun pengisian kendaraan listrik umum dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum agar masyarakat semakin mudah dalam menggunakan kendaraan listrik sehingga yang pakai juga makin banyak. Pemerintah kita juga menargetkan industri mobil dalam negeri sebagai pemasok utama kendaraan listrik lainnya. Terutama untuk komponen baterai. Pemerintah bahkan sudah membentuk Indonesia Battery Corporation (IBC). Kalau saja setengah mobil dan motor di Sumbar nantinya pakai kendaraan listrik maka polusi pembakaran dari knalpot akan berkurang jauh dan emisi gas rumah kaca juga akan berkurang juga. 

Sumber polusi dan emisi lainnya yang harus dipikirkan juga adalah mesin-mesin di pabrik industri maupun gedung komersial yang masih menggunakan sumber energi fosil secara langsung. Untuk mengurangi emisi dan polusi dari sektor ini sebenarnya cukup gampang namun butuh modal yang lumayan. Pertama ganti sumber energinya jadi listrik saja yang disediakan oleh PLN yang sumbernya datang dari EBT. Kedua adalah upgrade teknologi yang semakin efisien dan bersih. 

Dengan tiga strategi diatas, rasanya Ranah Minang yang asri bebas polusi dan emisi sangat mungkin terjadi. Meski untuk selamat dari krisis iklim sebenarnya yang harus berubah secara drastis adalah seluruh umat bumi. Dan seharusnya yang paling banyak menghasilkan emisi, mereka lah yang paling bertanggung jawab. Contohnya? Ya negara-negara industrialis dan post-industrialis. Yang pasti Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga melihat ikhtiar manusia. Semoga dengan 3 ikhtiar ini, tidak ada lagi kebakaran hutan di Sumbar, air laut tidak lagi naik secara cepat, dan air tanah masih tersedia untuk anak cucu yang akan akan tumbuh di Ranah Minang.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyelamatkan kita dari bencana dan marabahaya yang disebabkan ulah tangan kita sendiri yang terlalu serakah mengolah alam. Aamiin.


Jumlah kata diluar daftar referensi: 1110

Daftar Referensi:

J. Anderson and C. Bausch, "Climate Change and Natural Disasters: Scientific evidence of a possible relation between recent natural disasters and climate change (IP/A/ENVI/FWC/2005-35)," no. January, p. 35, 2005.

Climate Transparency, "Brown to Green," 2019, [Online]. Available: http://www.climate-transparency.org/g20-climate-performance/g20report2018.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI PERUBAHAN IKLIM). 2016.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2019 TENTANG RENCANA UMUM ENERGI DAERAH TAHUN 2019-2050. 2019.

Institute for Essential Services Reform (IESR), “Deep decarbonization of Indonesia ’ s energy system : A pathway to zero emissions by 2050,” 2021.

Ridho Arisyadi 202.A progressive alternative of energy planning for West  Sumatra province IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 753 012032






Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.