Konferensi UMKM Tiongkok

Juli 23, 2025

Akhir bulan Juni lalu, saya berkesempatan (dan beruntung banget!) ikut dalam Seminar on New Energy for ASEAN Countries. Salah satu kegiatannya adalah hadir ke The 20th China International Small and Medium Enterprise Fair (CISMEF).

Tempatnya? Di Guangzhou, Tiongkok. Udah kebayang ramenya kan?


Pertama-tama, makasih banyak buat **Ministry of Industry and Information Technology of the People’s Republic of China** yang udah ngundang kami dan bikin acara ini super niat—dari pembukaan sampai sesi sharing-nya, semua tertata rapi, bahkan makan siangnya juga enak. 


Acara dibuka langsung oleh Menteri Industri dan Teknologi Informasi Tiongkok, lengkap didampingi Gubernur Guangdong, perwakilan UNIDO, Mesir, dan Kamboja. Tapi yang paling bikin ngangguk-ngangguk adalah bagaimana Tiongkok serius banget urus UMKM.




Mereka nggak cuma bilang “kita dukung UMKM,” tapi juga bikin lebih dari 200 kebijakan untuk akselerasi digitalisasi UMKM. Gila ya. Bahkan sampai nyusun 18 mekanisme jangka panjang dan ngetes kebijakan ke 45.000 perusahaan percontohan. Hasilnya? Ada 123 rantai pasok digital terbentuk dan 13 aplikasi AI yang siap pakai buat UMKM.


Bener-bener bukan UMKM kaleng-kaleng. 💪


Masuk ke sesi “Project on Promoting SME Industrial Cluster Development in APEC Region,” saya belajar bahwa klaster industri itu bukan cuma soal tempat ngumpulnya pabrik-pabrik, tapi juga soal kebijakan yang mendukung dari segala sisi—pajak, insentif, bahkan sampai izin tinggal buat tenaga ahli asing.


Thailand misalnya, punya yang namanya *Super Cluster* buat sektor elektronik dan komunikasi. Pajaknya dibebasin sampe 8 tahun, lalu diskon 50% lagi 5 tahun.


Brunei, beda lagi. Mereka sekarang lagi transisi ke energi berkelanjutan, sambil tetap kuat di sektor kimia. Targetnya? Kurangi emisi 20% dan capai 30% bauran EBT tahun ini. Gokil.


Di sesi China-ASEAN RCEP, dibahas soal integrasi rantai pasok. Katanya sih ini peluang besar, tapi realitanya? E-commerce China yang makin jago malah bisa bikin UMKM ASEAN megap-megap. Tantangan lain juga banyak: logistik belum merata, sistem pembayaran ribet, dan regulasi beda-beda kayak warna-warni bendera ASEAN.


Tapi tetap, semangatnya adalah membangun pasar bersama yang saling menguntungkan. Asalkan tantangan tadi bisa kita kelola bareng-bareng.


Nah, bagian paling *mind-blowing* (dan jujur bikin saya mikir keras) adalah pamerannya. Ada banyak teknologi baru yang dikembangkan oleh UMKM Tiongkok—dari AI buat manufaktur sampai *solar panel* yang bisa ditempel di plafon rumah. Bayangin, jadi kayak lampu neon... tapi dia ngisi baterai listrik! 😆


Inovasi-inovasi kayak gini bikin saya makin yakin, kalau UMKM didukung dengan kebijakan tepat, infrastruktur, dan akses teknologi—bukan nggak mungkin mereka bisa jadi pionir transisi energi.


Saya pulang dari acara ini bawa banyak pelajaran. Tentang pentingnya sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha. Tentang bagaimana kebijakan itu bukan sekadar aturan di atas kertas, tapi harus dirancang dan diuji biar efektif. Dan tentu, tentang bagaimana UMKM bisa jadi kunci transisi energi—asal didampingi dan dikasih panggung yang layak.


Semoga ke depan, kita juga bisa punya ekosistem UMKM yang makin solid—baik di sisi digital, energi, maupun kolaborasi lintas negara. Dan siapa tahu, nanti *solar panel nempel plafon* bisa jadi tren juga di Indonesia. Aamiin. 😄


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.