Jalan Kaki di : Boven Digoel

April 11, 2018
Seri "Jalan Kaki di :" ini sebenarnya lanjutan seri yang sama di blog ridhoarisyadi.wordpress.com sebelumnya.

Tahun lalu, saya, ridho, terdampar berkesempatan singgah sebentar, di daerah yang sering disebut di buku pelajaran sejarah kita. Boven Digoel.

Boven Digoel secara administrasi adalah nama kabupaten di Provinsi Papua dengan ibu kota Tanah Merah. Resmi terbentuk sebagai kabupaten sejak 2002, Kabupaten Boven Digoel adalah hasil pemekaran Kabupaten Merauke.

Di buku-buku pelajaran sejarah, Boven Digoel disampaikan sebagai tempat pembuangan tokoh-tokoh pendiri bangsa yang berjuang melawan kolonialisme Belanda. Sebut saja Bung Hatta, Sutan Syahrir, Sayuti Melik, dll.


Laman berita tirto.id , juga sering membahas Boven Digoel dan cerita disampingnya


https://tirto.id/kabur-dari-digoel-bsnx

Menjelang libur natal 2017 yang lalu, saya mendapat tugas untuk meninjau salah satu proyek di Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang. Bagi saudara kita di Papua sana, libur natal adalah libur paling dinanti dan dirayakan dengan besar-besaran. Gubernur melalui kewenangannya juga memberikan libur panjang, dua minggu sebelum natal hingga seminggu setelah tahun baru kalau tidak salah, bagi kantor pemerintah, sekolah, dan diiikuti kantor swasta tentunya. Semua orang akan berbondong-bondong untuk pulang kampung atau mudik ke rumah keluarga untuk merayakan hari besar tersebut. Oksibil adalah tanah perantauan, banyak pendatang yang ingin pulang kampung baik ke Jayapura, Ambon, Manado, dan banyak daerah lainnya pada masa-masa itu. Pesawat adalah satu-satunya akses dari dan ke Oksibil yang ada saat ini, baik komersil penumpang maupun angkutan barang

Alhasil, ketika saya dan rekan berangkat ke Oksibil, kami hanya menggantongi tiket pergi Jayapura ke Oksibil menggunakan Trigana Air, sementara tiket balik Oksibil ke Jayapura telah penuh dipesan oleh pemudik yng ingin meninggalkan Oksibil.

Rekan kami di Oksibil akhinya menemukan jalan keluar, kami menumpang pesawat angkut barang dari Oksibil menuju Tanah Merah Boven Digoel, dan dari sana kami dipesankan pesawat penumpang komersil Trigana Air Tanah Merah Jayapura. Yang terpenting saat itu adalah kami bisa keluar Oksibil dan tidak terjebak arus mudik natal. Kan gak lucu juga menghabiskan libur natal di Oksibil, orang penduduk Oksibil aja pada mudik.

Penerbangan Oksibil ke Boven Digoel sendiri juga menarik dan mendebarkan, video blog perjalanan ini sedang ada di dapur produksi. Insya Allah segera akan saya bagi juga di chanel youtube kami.

Alhadulillah kami sampai dengan di Tanah Merah Boven Digoel sekitar pukul 12.00 WIT ketika sholat Jumat sedang berlangsung. Setalah mengisi perut, kami memutuskan menghabiskan waktu hingga 16.00 WIT, jadwal penerbangan Trigana Air Boven Digoel ke Jayapura, di sekitar Bandara saja.

Beruntung nya, tidak jauh dari bandara itulah Cagar Budaya Bekas Penjara Boven Digoel.


Bangunan Penjaranya secara umum terdiri 3 bagian, 2 selasar yang dipisahkan oleh jeruji besi dan 1 penjara wanita.



Di area 1 dan 2 penjara tersebut, tipe sel tahanannya berbeda-beda, ada yang berupa kamar-kamar kecil dan ada juga berupa barak.



Untuk kamar kecil berukuran sekitar 1,5 x 2,5 ditempati oleh 3 tahanan. Didalamnya dilengkapi dengan jamban. Antar kamar dipisah oleh tembok sehingga tidak ada celah antara dua kamar.


Sedangkan untuk ruang tahanan berupa barak, 50 tahanan dikumpulkan dalam satu ruangan dengan ventilasi yang lebih baik. Sekilas mirip barak tentara namun dengan kondisi yang memprihatinkan, bayangkan saja bagaimana mereka menyalurkan hajat alamai mereka.


Saya tidak ingat dengan pasti apakah disebutkan yang mana kamar Bung Hatta dan Bung Kecil, tetapi di cagar budaya tersebut dipamerkan kursi yang dipakai Bung Hatta serta alat makan Bung Hatta dan pejuang lainnya.


Sekilas cagar budaya tersebut seperti terbengkalai dan sepi oleh pengunjung. Laman berita CNN Indonesia menyampaikan bahwa sebenarnya Bupati Boven Digoel mencanangkan wisata sejarah penjara ini. Menurut hemat saya, ide tersebut cukup bagus. Namun yang terpenting adalah memastikan nilai sejarah penjara yang tersehor ini tetap bersemayam dengan bangunan tersebut. Meskipun kuantitas pengunjung ke cagar budaya tersebut kecil secara matematis dan ekonomis, namun saya yakin kualitas ketertarikan dan keterikatan mereka pada sejarah Penjara Bung Hatta ini patut diapresiasi. Walau jika dilihat dari segi artistik, bangunan penjara ini sebenarnya cukup instagram-able.

Disana kita dapat melihat bagaimana perihnya perjuangan para Founding Father negara ini, hidup jauh dari keluarga dan peradaban dan juga bertaruh nyawa dengan penyakit malaria. Meski demikian, semangat mereka malah semakin menjadi-jadi untuk mewujudkan Indonesia Merdeka. Dari bangunan persegi dan cerita bagaimana Bung Hatta tetap bisa berkarya dan jenaka nya Sutan Syahrir.

Tidak jauh dari penjara tersebut, berdiri gagah patung Bung Hatta lengkap dengan pakain jas nya menunjuk ke Bumi seakan berkata "Saya pernah hidup di Bumi Boven Digoel, terasing dari keluarga, demi kehidupan yang lebih baik anak cucu generasi penerus bangsa. Dan Kau wahai pemuda, apa yang telah Kau perbuat bagi tanah air tumpah dari bangsa ini?, mengeluh atau mungkin hanya saling maki tanpa arti ?"




Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.