Selamatkan Bumi bersama LRT Jakarta

April 27, 2019
(sumber dan pemilik gambar : LRT Jakarta)

Saya yakin kita akan bersepakat dengan fakta bahwa kondisi Bumi tempat kita hidup saat ini semakin tidak baik, buktinya dapat kita temui dan rasakan sendiri. Permukaan air laut yang naik semakin cepat, suhu udara ambien yang semakain panas, musim yang semakin tidak terprediksi, termasuk musim panen bahan makanan kita. Pemanasan global diyakini sebagai salah satu penyebab dari kekacauan ini. Pemanasan global sendiri juga terjadi diakibatkan salah satunya karena banyaknya gas CO2 yang kita produksi sehari-hari dan sumber utama dari CO2 adalah pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas, dan batu bara.

Salah satu pemakaian minyak bumi yang tidak dapat kita hindari saat ini adalah untuk bahan bakar kendaraan bermotor sebagai alat transportasi. Data dari WHO, pada 2010, sektor transportasi merupakan penyumbang 23% dari total emisi gas CO2 di muka Bumi ini. Kita sehari-hari melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana asap yang keluar dari kendaraan bermotor dan gas yang terbuang langsung berada di lingkungan kita.

Namun untungnya, dunia dan para pemimpinnya sadar akan masalah ini dan mencari jalan keluar terbaik untuk selamat dari bencana yang sepertinya tidak terpikirikan oleh nenek moyang kita. Dipimpin oleh salah satu organisasi bagian dari Persatuan Bangsa-Bangsa, UNFCC, seluruh negara yang sepakat membuat target penurunan emisi gas CO2 mereka, Indonesia termasuk salah satunya. Dan tentu saja, sektor transportasi menjadi salah satu sektor yang dapat diperbaiki untuk mengurnagi emisi gas CO2 saat ini.

Banya strategi dari permasalahan yang telah dirancang dengan tingkat efektifitas yang beragam pula. Salah satu yang paling mudah mengajak masyarakat untuk mengunakan transportasii umum karena makin sedikit kendaraan bermotor yang digunakan, makin sedikit pula emisi yang dihasilkan. Namun hal simpel seperti ini ternyata tidak mudah ketika diimplementasikan. Beragam  alasan masyarakat untuk enggan beralih ke angkutan umum dan alasan yang paling sering didengungkan adalah ketidaknyamanan. Alasan yang klasik sebenarnya.

Namun sekarang, alasan ini tidak berlaku lagi untuk masyarakat Jakarta dan daerah penyangganya. Pemerintah, baik Pusat maupun DKI Jakarta, telah merancang sistem transportasi yang ter-Integrasi untuk melayani masyarakat. Integrasi tersebut tidak hanya menghubungkan antar tipe moda (kereta-bus-angkot) tapi juga integrasi rute. Saat ini warga Jakarta dan sekitarnya telah merasakan kemudahan dari Kereta Rel Listrik (KRL) dari PT KCJ dengan jalur nya tembus hingga Bogor dan Cikarang, Bus Transjakarta yang telah melayani banyak rute, Angkutan Kota Jaklingko yang akan mengantar hingga ke depan rumah, dan terbaru LRT Jakarta.

LRT adalah singkatan dari Light Rail Transit. Alat transportasi ini adalah sistem kereta api ringan yang dapat melakukan perjalanan dengan lebih cepat. Volume angkut LRT jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan KRL. Jalur rutenya pun seluruhnya dibuat melayang sehingga tidak ada konflik jalur sebidang seperti transportasi kereta lainnya. Tanpa adanya konflik jalur membuat transportasi ini mampu memiliki jarak antar kereta (headway) yang stabil sehingga kecepatan waktu tempuh adalah keunggulan dari sistem transportasi LRT.

LRT Jakarta dikelola oleh PT LRT Jakarta yang merupakan anak dari BUMD milik pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Disitus resmi LRT Jakarta, diceritakan bagaimana sejarah cepat dari LRT Jakarta. Dimulai dengan inisiasi sejak 2015, studi kelayakan di 2016, mulai konstruksi di 2017, hingga di Agustus 2018 telah dilaksanakan Uji Terbatas untuk penumpang, dan saat ini hampir siap untuk beroperasi secara komersil.

Teknologi kereta api ringan ini mungkin hal yang baru di Indonesia jika dibandingkan sejarah panjang Kereta Api yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda di negeri ini. Maka tidak salah jika proyek LRT Jakarta menjadi sangat menantang baik secara teknikal maupun manejerialnya. Jadi wajar jika PT LRT Jakarta mencari rekanan terbaik yang telah berpegalaman dalam proyek-proyek LRT di dunia. Untuk komponen terpenting dari sistem LRT, si kereta nya sendiri, LRT Jakarta menggunakan kereta produksi perusahaan Hyundai Roterm yang berasal dari Korea Selatan. Kereta yang digunakan menggunakan lintasan standard gauge dan dioperasikan dengan rel listrik ketiga berdaya 750 V DC, sama seperti kereta Amsterdam Metro di Belanda. Adapun total berat kereta LRT Jakarta per trainset (2 kereta 1 trainset) mencapai sekitar 35 ton. Total jumlah penumpang per set yang bisa dilayani kereta tersebut mencapai 278 orang dengan kondisi nyaman.

Namun begitu, banyak komponen yang juga dibangun oleh insinyur dan pekerja tanah air seperti Depo (tempat istirahatnya LRT), Stasiun, maupun infrastuktur lainnya. Kualitas pekerjaan tidak usah diragukan karena langsung diawasi oleh Kementerian Perhubungan. Saya punya beberapa teman yang memberikan tenaga dan pikiran terbaik mereka dalam menyukseskan LRT Jakarta.

Depo LRT Jakarta saat ini telah berdiri gagah di Kelapa Gading, begitu juga dengan 6 stasiun yang akan melayani warga Jakarta pada tahap pertama ini. Keenam stasiun tersebut adalah Stasiun Pegangsaan Dua di Kelapa Gading, Staisun Boulevard Utara, Stasiun Boulevar Selatan, Stasiun Pulomas, Stasiun Equestrian, dan Stasiun Velodrome. Waktu yang dibutuhkan  LRT Jakarta dari Stasiun Pegangsaan ke Stasiun Velodrome hanya +- 13 Menit saja.
(sumber dan pemiliik gambar : LRT Jakarta)

LRT Jakarta akan menjadi alternatif, atau bahkan pilihan utama, warga Jakarta terutama warga wilayah utara untuk menuju Jakarta Timur. Alasan utamanya yang pasti waktu tempuh yang cepat dan bebas macet karena LRT Jakarta dapat bergerak lincah di jalur miliknya sendiri, selain itu pelanggan akan merasakan banyak kemudahan dan keramahan yang diberikan oleh personel LRT Jakarta yang telah terlatih dan terpercaya. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk menjadikan LRT Jakarta sebagai pilihan utama warga Jakarta di Kelapa Gading menuju Pulo Gadung atau sebaliknya. Apalagi, harga setiap perjalanan yang terjangkau karena subsidi pada masing-masing tiket yang diberikan oleh Pemerintah. Maka slogan LRT Jakarta, “Moving People Connecting Communities”, benar-benar dapat dirasakan oleh warga Jakarta.

Ketika beroperasi penuh, LRT Jakarta mengklaim akan melayani hingga 76 ribu penumpang dalam sehari atau sekitar 27 juta penumpang pertahun. Melihat kondisi sosio-ekonomi warga Kelapa Gading yang menengah keatas maka saya yakin LRT Jakarta akan memberikan efek yang besar atas upaya kita mengurangi emis gas rumah kaca CO2.  Tapi saya yakin akan ada pihak yang mempertanyakan kalau bukan dibilang nyinyir pendapat saya ini. Yang menjadi sasaran tembak tentu saja fakta bahwa LRT Jakarta beroperasi menggunakan listrik.

Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya bahwa LRT Jakarta menggunakan listrik berdaya 750 V DC. Kebutuhan listrik untuk operasional LRT Jakarta beserta sarana prasarana sebesar 20 megawatt (MW) dan akan disuplai oleh PLN  dari 2 gardu induk yakni GI Pulomas dan GI Tanah Tinggi. "LRT sebagai salah satu moda transportasi andalan nantinya akan dipasok listrik menggunakan model premium dilengkapi triple protection melalui genset ataupun power bank yang disediakan oleh pihak PLN," kata Direktur Utama PT Jakpro pada Juni 2018 yang kami kutip dari beritasatu.com.

Nah, saat ini, pembangkit listrik yang meyuplai kebutuhan listrik di sistem jawa bali didominiasi oleh pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya dan pembangkit listrik lainnya yang menggunakan sumber energi fossil sebagai energi primernya. Sehingga statement “bahwa emisi gas CO2 perkapita yang dihasilkan oleh LRT Jakarta ketika beroperasi akan sama dengan emisi gas CO2 kalau pakai kendaraan bermotor pribadi” akan terdengar masuk akal meski pasti tidak persis sama. Saya pribadi berpendapat, untuk membuktikan klaim tersebut harus dilakukan kajian mendalam dan komprehensif.

Namun yang pasti terlihat dengan mata kepala kita, emisi dari kendaraan bermotor langsung berada di depan hidung kita dan terkadang menusuk ke dada. Sementara emisi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik, akan terkonsentrasi sehingga dapat dilakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak yang dihasilkannya. Saya tau bahwa pendapat ini juga dirasa mengada-ada, tapi secara kasat mata saya yakin LRT Jakarta akan mengurangi emisi gas CO2.

Hal positif lainnya yang diberikan kendaraan umum, terutama dengan densitas yang besar seperti LRT Jakarta, adalah luas yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu titik ke titik lainnya sangatlah kecil. Bayangkan jika ada seribu orang di Kelapa Gading akan menggunakan mobilnya masing-masing, lahan parkir dan jalan yang dibutuhkan akan sangat besar. Sebaliknya jika seribu orang tersebut menggunakan angkutan umum dan LRT Jakarta, luas jalan yang dibutuhkan akan sangat kecil jika dibanding dengan kasus pertama.

Sehingga pada akhirnya, saya yakin  bahwa LRT Jakarta sebagai salah satu angkutan umum merupakan salah satu cara kita untuk menyelamatkan bumi dengan mengurangi produksi emisi gas CO2, yaitu dengan menggunakan transportasi ramah lingkungan.

Mari bersama kita selamatkan Bumi.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.